Dalam PP No. 45 tahun 2004 tentang perlindungan
hutan, untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan yang disebabkan oleh
kebakaran dilakukan kegiatan pengendalian, yang meliputi: pencegahan, pemadaman
dan penanganan pasca kebakaran (Pasal 20, ayat 1).
Kebakaran hutan memungkinkan selalu
terjadi setiap tahun dan cenderung merusak lingkungan hidup. Penyebab utama
kegagalan upaya pengendalian kebakaran adalah pendekatan yang sepotong-potong
dan tak tentu ujung pangkalnya terhadap permasalahan yang ada.
Perhatian umumnya ditujukan pada
upaya pemadaman kebakaran, faktor-faktor lainnya terlupakan. Padahal semestinya
pemadaman perlu didukung oleh program-program pencegahan dan manajemen bahan
bakar yang lebih mantap. Sejalan dengan itu, suatu sistem manajemen kebakaran
hutan yang terpadu dan terkoordinasi menjadi keharusan. Sistem dimaksud harus
meliputi komponen-komonen sebagai berikut:
a) Pencegahan kebakaran yang disebabkan
oleh manusia melalui pendidikan dan penyuluhan.
b) Deteksi kebakaran yang baik melalui
sistem deteksi yang mencakup jaringan kerja titik-titik pengamatan, patroli
yang efektif dan efisien, penggunaan sistem citra satelit dan GIS, sistem
komunikasi yang baik dan sebagainya.
c) Tindakan awal penanggulangan yang
cepat.
d) Tindakan lanjutan yang mantap dan
terarah.
Masing-masing komponen tersebut di
atas berperan penting dalam mensukseskan keseluruhan sistem manajemen kebakaran
hutan. Kelalaian atau ketidakacuhan terhadap salah satu komponen tersebut akan
dapat menyebabkan kegagalan sistem manajemen.
Rencana manajemen kebakaran hutan
untuk masing-masing kawasan harus disusun dengan menunjukkan tujuan dan
sasaran, kawasan-kawasan beresiko kebakaran tinggi (menurut data kebakaran yang
lalu atau analisis kerawanan), sumber daya yang ada, dan kegiatan-kegiatan
pengendalian kebakaran. Rencana-rencana ini perlu ditelaah dan ditinjau secara
teratur.
Pencegahan lebih baik daripada
pengobatan. Pernyataan ini juga berlaku untuk kebakaran hutan. Dengan program
pencegahan yang baik maka kebakaran tidak perlu terjadi, sehingga biaya
pemadaman dapat diperkecil serta kerusakan akibat kebakaran dapat dihindarkan.
Pencegahan kebakaran meliputi pengurangan bahaya dan resiko kebakaran. Hal ini
dapat dicapai melalui pendidikan, praktek silvikultur yang tepat, modifikasi
bahan bakar, serta penegakan peraturan perundang-undangan.
1.
Penyuluhan dan Pendidikan
Sebagian besar
kebakaran di Indonesia disebabkan oleh manusia, baik oleh sebab kelalaian
maupun kesengajaan, maka dukungan dan kerjasama masyarakat menjadi penting agar
program perlindungan dapat berhasil. Untuk itu sangat perlu adanya penyuluhan
dan pendidikan yang berulang-ulang untuk menarik minat masyarakat terhadap
perlindungan hutan dan membuat mereka peduli terhadap kelestarian hutan.
Rencana pendidikan harus mencakup:
a) Pemanfaatan tokoh-tokoh masyarakat
yang terorganisasi untuk pekerjaan pencegahan kebakaran;
b) Publikasi media massa setempat;
c) Publikasi audio-visual;
d) Surat-surat edaran dan selebaran;
e) Penerbitan buku saku yang mudah
dibawa-bawa.
2.
Jalur Hijau dan Jalur Kuning
Jalur hijau dibuat dengan
mempergunakan tanaman yang tahan terhadap api dan tidak menggugurkan daun pada
musim kemarau yang berfungsi sebagai sekat api (sekat bakar) baik dalam petak
tanaman, antar petak maupun antara petak tanaman dengan penggunaan lahan
lainnya. Sehingga apabila terjadi kebakaran di suatu petak api tidak menjalar
ke petak-petak lainnya.
Adapun jalur kuning atau sekat
bakar/ilaran api dibuat dengan mengosongkan jalur baik dari tanaman maupun
bahan bakar lainnya. Jalur kuning dapat berupa jalan angkutan atau jalan
kontrol. Jalur kuning sangat membantu dalam pemadaman kebakaran, terutama bila
dilakukan bakar balas.
3.
Usaha tani Konservasi, Hutan
Kemasyarakatan dan Hutan Rakyat
Menyadari bahaya dari eksploitasi
hutan alam yang berlebihan, Indonesia telah menjalankan usaha-usaha
pengembangan hutan tanaman dan rehabilitasi lahan serta daerah aliran sungai
yang kritis. Pemerintah telah membuat kebijaksanaan mengenai Usahatani
Konservasi, Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Rakyat untuk mendorong masyarakat
perdesaan menanam pohon serba guna, baik dalam kawasan maupun di luar kawasan
hutan. Dengan adanya ketiga program tersebut, diharapkan masyarakat dapat
berperan serta dalam pembangunan kehutanan, sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraannya serta terpeliharaanya kelestarian sumber daya hutan.
Demikian pula dengan dilaksanakannya
kegiatan dalam program tersebut yang melibatkan masyarakat, diharapkan
masyarakat termotivasi dan lebih peduli terhadap pengendalian kebakaran hutan
dan lahan.
4.
Penegakan Hukum
Peraturan perundangan sangat penting
dalam rangka pencegahan kebakaran hutan. Penegakan disiplin penggunaan api
sangat perlu dilakukan, terutama terhadap mereka yang cenderung melanggar.
Masyarakat perlu diberi informasi dan dididik mengenai aturan-aturan tersebut.
Masih terdapat sejumlah kecil kelompok orang yang karena kepentingannya sendiri
cenderung melanggar atau tidak peduli dengan aturan penggunaan api di
tempat-tempat terlarang. Meskipun kelompok ini kecil, tapi seringkali mereka
bisa menggagalkan upaya-upaya pencegah kebakaran. Oleh karenanya penegakan
hukum tetap merupakan jalan satu-satunya untuk menjamin berhasilnya kegiatan
pencegahan yang ditujukan terhadap orang-orang yang tidak peduli tersebut.
Pengenaan sanksi hukum kadang-kadang
dipandang semata-mata sebagai penghukuman, padahal hal ini dapat menjadi sarana
bagi tujuan yang baik. Jika hukum ditegakkan dan hukuman terhadap si pelanggar
diumumkan, kemungkinan kejadian kebakaran dapat ditekan. Meski penegakan
ketentuan hukum merupakan suatu bagian penting dari pencegahan kebakaran, hal
ini sebaiknya dianggap sebagai suatu alat pendidikan yang harus digunakan
secara arif dan bijaksana.
5.
Deteksi Dini Kebakaran Hutan dan
Lahan
Pemadaman kebakaran hutan dan lahan
yang efektif memerlukan deteksi dini dan pelaporan yang baik. Kalau deteksi
dini tidak efisien, kerusakan akibat kebakaran bisa menjadi demikian besar oleh
karena terlambatnya upaya-upaya penanggulangan. Pemadaman belum dilakukan
sampai suatu kebakaran dapat diketahui atau dideteksi. Selang waktu antara
mulainya kebakaran dengan datangnya tenaga pemadam ke lokasi kebakaran akan
mencakup waktu-waktu untuk kegiatan yaitu : deteksi, pelaporan, persiapan,
pemadaman dan mobilisasi. Untuk itu, deteksi kebakaran harus benar-benar
diperhatikan agar upaya pemadaman dapat segera dan mudah dilakukan, sehingga
kerugian yang diderita dapat ditekan sampai sekecil mungkin.
Cara-cara deteksi yang mungkin dapat
dilakukan antara lain:
a. Deteksi dan pelaporan sukarela dari
masyarakat;
b. Patroli darat (secara rutin);
c. Pengawasan dan menara api;
d. Patroli udara dan penginderaan jarak
jauh (satelit).
·
Pelaporan Sukarela
Pada kawasan hutan rawan kebakaran
yang terdapat penduduk, maka penduduk setempat tersebut diharapkan dapat
melaporkan setiap terjadinya kebakaran hutan. Pelaporan sukarela seperti ini
dapat dimasukkan dalam perencanaan sistem deteksi. Tentu saja hal ini
memungkinkan apabila masyarakat setempat benar-benar termotivasi. Oleh sebab
itu masyarakat setempat perlu diberi penerangan mengenai bahaya kebakaran dan
hal-hal lain mengenai pengendalian kebakaran hutan.
·
Patroli Darat
Patroli darat
nampaknya merupakan kegiatan yang sederhana, tetapi kalau dilaksanakan dengan
benar akan menjadi suatu cara yang sangat baik. Patroli darat sebaiknya
dilakukan secara rutin pada kawasan-kawasan hutan yang sangat bernilai tinggi
dan memiliki tingkat bahaya kebakaran tinggi. Mereka harus sudah mengenal
kawasan yang di bawah tanggung jawabnya, yang meliputi pengenalan topografi dan
kebiasaan-kebiasaan masyarakat setempat. Petugas-petugas ini juga dapat berfungsi
dalam pencegahan, penegakan hukum dan pemadaman.
·
Menara Pengawas/Menara Api
Menara api secara umum merupakan
cara deteksi kebakaran yang paling memuaskan dan secara bertahap dapat
mengurangi patroli darat. Di samping itu, adanya penggunaan menara api di
lapangan juga dapat membantu upaya perlindungan hutan karena menandakan daerah
tersebut selalu diawasi.
Metode deteksi ini bermula dengan
penempatan tenaga pada tempat-tempat yang telah ditentukan selama musim
kebakaran. Jika dipandang efektif, maka di lokasi tersebut dapat dibangun
menara api. Namun demikian, penentuan titik di mana menara akan dibangun harus
memperhatikan pertimbangan yang ilmiah. Agar menara api dapat berfungsi
efektif, maka perlu dilengkapi dengan peralatan pokok seperti teropong
binokuler, peta, fire finder, pengukur arah dan kecepatan angin, dan penunjuk
arah mata angin.
·
Data NOAA (satelit)
Deteksi kebakaran dapat dilakukan
dengan memanfaatkan citra satelit. Satelit NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) memberikan data
mengenai titik panas (hot spot) dalam selang waktu tertentu. Dengan memadukan
data dari NOAA dan sumber-sumber data lainnya maka dapat dibangun suatu
manajemen data kebakaran hutan dengan GIS (Geographical
Informations System).
·
Alat Komunikasi
Berbagai deteksi kebakaran akan
menjadi sia-sia apabila fasilitas komunikasi yang efisien tidak tersedia.
Informasi mengenai kebakaran yang terdeteksi harus cepat dikomunikasikan kepada
mereka yang berwenang, sehingga kebakaran dapat segera dikendalikan selagi
masih kecil. Komunikasi yang efektif juga diperlukan pada kegiatan operasi
pemadaman.
Radio merupakan alat komunikasi yang
terbaik dalam mobilitas tinggi. Radio dapat digunakan oleh petugas patroli
darat maupun pengawas di menara api.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar