Jumat, 12 Oktober 2012

Pengendalian Kebakaran Hutan



Dalam PP No. 45 tahun 2004 tentang perlindungan hutan, untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan yang disebabkan oleh kebakaran dilakukan kegiatan pengendalian, yang meliputi: pencegahan, pemadaman dan penanganan pasca kebakaran (Pasal 20, ayat 1).
Kebakaran hutan memungkinkan selalu terjadi setiap tahun dan cenderung merusak lingkungan hidup. Penyebab utama kegagalan upaya pengendalian kebakaran adalah pendekatan yang sepotong-potong dan tak tentu ujung pangkalnya terhadap permasalahan yang ada.
Perhatian umumnya ditujukan pada upaya pemadaman kebakaran, faktor-faktor lainnya terlupakan. Padahal semestinya pemadaman perlu didukung oleh program-program pencegahan dan manajemen bahan bakar yang lebih mantap. Sejalan dengan itu, suatu sistem manajemen kebakaran hutan yang terpadu dan terkoordinasi menjadi keharusan. Sistem dimaksud harus meliputi komponen-komonen sebagai berikut:
a)     Pencegahan kebakaran yang disebabkan oleh manusia melalui pendidikan dan penyuluhan.
b)     Deteksi kebakaran yang baik melalui sistem deteksi yang mencakup jaringan kerja titik-titik pengamatan, patroli yang efektif dan efisien, penggunaan sistem citra satelit dan GIS, sistem komunikasi yang baik dan sebagainya.
c)      Tindakan awal penanggulangan yang cepat.
d)     Tindakan lanjutan yang mantap dan terarah.
Masing-masing komponen tersebut di atas berperan penting dalam mensukseskan keseluruhan sistem manajemen kebakaran hutan. Kelalaian atau ketidakacuhan terhadap salah satu komponen tersebut akan dapat menyebabkan kegagalan sistem manajemen.
Rencana manajemen kebakaran hutan untuk masing-masing kawasan harus disusun dengan menunjukkan tujuan dan sasaran, kawasan-kawasan beresiko kebakaran tinggi (menurut data kebakaran yang lalu atau analisis kerawanan), sumber daya yang ada, dan kegiatan-kegiatan pengendalian kebakaran. Rencana-rencana ini perlu ditelaah dan ditinjau secara teratur.
Pencegahan lebih baik daripada pengobatan. Pernyataan ini juga berlaku untuk kebakaran hutan. Dengan program pencegahan yang baik maka kebakaran tidak perlu terjadi, sehingga biaya pemadaman dapat diperkecil serta kerusakan akibat kebakaran dapat dihindarkan. Pencegahan kebakaran meliputi pengurangan bahaya dan resiko kebakaran. Hal ini dapat dicapai melalui pendidikan, praktek silvikultur yang tepat, modifikasi bahan bakar, serta penegakan peraturan perundang-undangan.
1.                  Penyuluhan dan Pendidikan
Sebagian besar kebakaran di Indonesia disebabkan oleh manusia, baik oleh sebab kelalaian maupun kesengajaan, maka dukungan dan kerjasama masyarakat menjadi penting agar program perlindungan dapat berhasil. Untuk itu sangat perlu adanya penyuluhan dan pendidikan yang berulang-ulang untuk menarik minat masyarakat terhadap perlindungan hutan dan membuat mereka peduli terhadap kelestarian hutan.
Rencana pendidikan harus mencakup:
a)    Pemanfaatan tokoh-tokoh masyarakat yang terorganisasi untuk pekerjaan pencegahan kebakaran;
b)    Publikasi media massa setempat;
c)    Publikasi audio-visual;
d)    Surat-surat edaran dan selebaran;
e)    Penerbitan buku saku yang mudah dibawa-bawa.
2.                  Jalur Hijau dan Jalur Kuning
Jalur hijau dibuat dengan mempergunakan tanaman yang tahan terhadap api dan tidak menggugurkan daun pada musim kemarau yang berfungsi sebagai sekat api (sekat bakar) baik dalam petak tanaman, antar petak maupun antara petak tanaman dengan penggunaan lahan lainnya. Sehingga apabila terjadi kebakaran di suatu petak api tidak menjalar ke petak-petak lainnya.
Adapun jalur kuning atau sekat bakar/ilaran api dibuat dengan mengosongkan jalur baik dari tanaman maupun bahan bakar lainnya. Jalur kuning dapat berupa jalan angkutan atau jalan kontrol. Jalur kuning sangat membantu dalam pemadaman kebakaran, terutama bila dilakukan bakar balas.
3.                  Usaha tani Konservasi, Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Rakyat
Menyadari bahaya dari eksploitasi hutan alam yang berlebihan, Indonesia telah menjalankan usaha-usaha pengembangan hutan tanaman dan rehabilitasi lahan serta daerah aliran sungai yang kritis. Pemerintah telah membuat kebijaksanaan mengenai Usahatani Konservasi, Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Rakyat untuk mendorong masyarakat perdesaan menanam pohon serba guna, baik dalam kawasan maupun di luar kawasan hutan. Dengan adanya ketiga program tersebut, diharapkan masyarakat dapat berperan serta dalam pembangunan kehutanan, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya serta terpeliharaanya kelestarian sumber daya hutan.
Demikian pula dengan dilaksanakannya kegiatan dalam program tersebut yang melibatkan masyarakat, diharapkan masyarakat termotivasi dan lebih peduli terhadap pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
4.                  Penegakan Hukum
Peraturan perundangan sangat penting dalam rangka pencegahan kebakaran hutan. Penegakan disiplin penggunaan api sangat perlu dilakukan, terutama terhadap mereka yang cenderung melanggar. Masyarakat perlu diberi informasi dan dididik mengenai aturan-aturan tersebut. Masih terdapat sejumlah kecil kelompok orang yang karena kepentingannya sendiri cenderung melanggar atau tidak peduli dengan aturan penggunaan api di tempat-tempat terlarang. Meskipun kelompok ini kecil, tapi seringkali mereka bisa menggagalkan upaya-upaya pencegah kebakaran. Oleh karenanya penegakan hukum tetap merupakan jalan satu-satunya untuk menjamin berhasilnya kegiatan pencegahan yang ditujukan terhadap orang-orang yang tidak peduli tersebut.
Pengenaan sanksi hukum kadang-kadang dipandang semata-mata sebagai penghukuman, padahal hal ini dapat menjadi sarana bagi tujuan yang baik. Jika hukum ditegakkan dan hukuman terhadap si pelanggar diumumkan, kemungkinan kejadian kebakaran dapat ditekan. Meski penegakan ketentuan hukum merupakan suatu bagian penting dari pencegahan kebakaran, hal ini sebaiknya dianggap sebagai suatu alat pendidikan yang harus digunakan secara arif dan bijaksana.
5.                  Deteksi Dini Kebakaran Hutan dan Lahan
Pemadaman kebakaran hutan dan lahan yang efektif memerlukan deteksi dini dan pelaporan yang baik. Kalau deteksi dini tidak efisien, kerusakan akibat kebakaran bisa menjadi demikian besar oleh karena terlambatnya upaya-upaya penanggulangan. Pemadaman belum dilakukan sampai suatu kebakaran dapat diketahui atau dideteksi. Selang waktu antara mulainya kebakaran dengan datangnya tenaga pemadam ke lokasi kebakaran akan mencakup waktu-waktu untuk kegiatan yaitu : deteksi, pelaporan, persiapan, pemadaman dan mobilisasi. Untuk itu, deteksi kebakaran harus benar-benar diperhatikan agar upaya pemadaman dapat segera dan mudah dilakukan, sehingga kerugian yang diderita dapat ditekan sampai sekecil mungkin.
Cara-cara deteksi yang mungkin dapat dilakukan antara lain:
         a.   Deteksi dan pelaporan sukarela dari masyarakat;
         b.   Patroli darat (secara rutin);
         c.   Pengawasan dan menara api;
         d.   Patroli udara dan penginderaan jarak jauh (satelit).
·                Pelaporan Sukarela
Pada kawasan hutan rawan kebakaran yang terdapat penduduk, maka penduduk setempat tersebut diharapkan dapat melaporkan setiap terjadinya kebakaran hutan. Pelaporan sukarela seperti ini dapat dimasukkan dalam perencanaan sistem deteksi. Tentu saja hal ini memungkinkan apabila masyarakat setempat benar-benar termotivasi. Oleh sebab itu masyarakat setempat perlu diberi penerangan mengenai bahaya kebakaran dan hal-hal lain mengenai pengendalian kebakaran hutan.
·                Patroli Darat
Patroli darat nampaknya merupakan kegiatan yang sederhana, tetapi kalau dilaksanakan dengan benar akan menjadi suatu cara yang sangat baik. Patroli darat sebaiknya dilakukan secara rutin pada kawasan-kawasan hutan yang sangat bernilai tinggi dan memiliki tingkat bahaya kebakaran tinggi. Mereka harus sudah mengenal kawasan yang di bawah tanggung jawabnya, yang meliputi pengenalan topografi dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat setempat. Petugas-petugas ini juga dapat berfungsi dalam pencegahan, penegakan hukum dan pemadaman.
·                Menara Pengawas/Menara Api
Menara api secara umum merupakan cara deteksi kebakaran yang paling memuaskan dan secara bertahap dapat mengurangi patroli darat. Di samping itu, adanya penggunaan menara api di lapangan juga dapat membantu upaya perlindungan hutan karena menandakan daerah tersebut selalu diawasi.
Metode deteksi ini bermula dengan penempatan tenaga pada tempat-tempat yang telah ditentukan selama musim kebakaran. Jika dipandang efektif, maka di lokasi tersebut dapat dibangun menara api. Namun demikian, penentuan titik di mana menara akan dibangun harus memperhatikan pertimbangan yang ilmiah. Agar menara api dapat berfungsi efektif, maka perlu dilengkapi dengan peralatan pokok seperti teropong binokuler, peta, fire finder, pengukur arah dan kecepatan angin, dan penunjuk arah mata angin.
·                Data NOAA (satelit)
Deteksi kebakaran dapat dilakukan dengan memanfaatkan citra satelit. Satelit NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) memberikan data mengenai titik panas (hot spot) dalam selang waktu tertentu. Dengan memadukan data dari NOAA dan sumber-sumber data lainnya maka dapat dibangun suatu manajemen data kebakaran hutan dengan GIS (Geographical Informations System).
·                Alat Komunikasi
Berbagai deteksi kebakaran akan menjadi sia-sia apabila fasilitas komunikasi yang efisien tidak tersedia. Informasi mengenai kebakaran yang terdeteksi harus cepat dikomunikasikan kepada mereka yang berwenang, sehingga kebakaran dapat segera dikendalikan selagi masih kecil. Komunikasi yang efektif juga diperlukan pada kegiatan operasi pemadaman.
Radio merupakan alat komunikasi yang terbaik dalam mobilitas tinggi. Radio dapat digunakan oleh petugas patroli darat maupun pengawas di menara api.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar